Setia Naka Raih Gelar Doktor dari Hidup di Jalan Komunitas Seni dan Akademik

KENDAL – Studi lanjut menjadi sangat penting untuk dilalui oleh seorang dosen, demi pengembangan karir akademik dan tugas diembannya sebagai pengajar di sebuah universitas.

Seperti halnya yang dilakukan oleh Setia Naka Andrian, salah satu dosen program studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, Fakultas Pendidikan Bahasa dan Seni Universitas PGRI Semarang yang baru saja menyelesaikan studi program doktor Ilmu Pendidikan Bahasa di Fakultas Bahasa, Seni, dan Budaya Universitas Negeri Yogyakarta dan dipromosikan pada Senin 14 Agustus 2023 di Ruang Cine Club, Gedung Ki Ageng Suryomentaram Lantai 1, Fakultas Bahasa, Seni, dan Budaya, Universitas Negeri Yogyakarta.

Naka, dalam menyelesaikan studinya dengan melakukan penelitian tentang syiir puji-pujian di Kendal, yang tidak lain adalah daerah tempat ia lahir dan tinggal hingga saat ini. “Saya tertarik untuk meneliti syiir puji-pujian di Kendal, karena dengan harapan ada sedikit sumbangan atau upaya untuk mengapresiasi kota kelahiran. Sebab selepas saya pulang kampung, saya perlu melakukan sesuatu, dan akhirnya tergerak untuk meneliti teks syiir puji-pujian yang berasal dari Kendal,” ungkap Naka, selepas usai ujian promosi.

Naka mengangkat syiir puji-pujian yang cenderung belum pernah tersentuh, diapresiasi, atau bahkan direspon oleh para peneliti. Oleh karena itu, sebelum menjalani studi S-3, Naka bersama para pegiat seni di Kendal melakukan penelusuran atas teks syiir puji-pujian tersebut ke berbagai desa di Kendal.

“Di kampung halaman Kendal, saya bersama seorang teman, alumni UPGRIS saat dulu berteater bersama, kami membentuk ruang berkesenian. Kemudian diikuti alumni lain baik dari dalam atau luar UPGRIS. Meski kebanyakan dari Upgris, entah dari fakultas bahasa seni atau bahkan lainnya, ada anak MIPA pula. Ruang/komunitas nirlaba itu tergerak untuk menggarap festival tahunan, banyak aktivitas seni/budaya, tak lepas dari sastra. Menggelar Kendali Seni Kendal sejak 2016, dst dari tahun ke tahun hingga 2020 ketika pandemi itu, kami mulai bergerak mencari teks syiir puji-pujian ke kampung-kampung. Akhirnya hingga menemukan sejumlah lima penggubah syiir,” terang Naka.

Bagi Naka, dengan penelusuran atas teks syiir puji-pujian tersebut, rasanya hidup akan lebih bergairah. Sebab baginya dan kawan komunitasnya telah menemukan mainan baru, yakni mendapati teks syiir puji-pujian yang patut diapresiasi. Meski ia bersama kawan-kawan komunitasnya pada tahun-tahun sebelumnya menggarap beberapa hal lain yang tak lepas dari isu-isu tentang Kendal, maka 2020 itu ia memilih untuk meneliti syiir puji-pujian di Kendal.

“Maka berburulah kami habis-habisan. Beruntung pula, mainan saya ini mendapat izin teman-teman untuk saya jadikan penelitian studi saya. Mungkin ini yang paling saya syukuri pula, ketika kerja-kerja kreatif berkomunitas bisa saya gunakan pula untuk kebutuhan studi,” ungkapnya.

Bagi Naka, ia mencoba menawarkan syiir puji-pujian yang terlahir dari lingkungan masyarakat pesisir dan juga lingkungan Kendal sebagai kota santri. Syiir puji-pujian yang diteliti berdiri di antara kehidupan masyarakat pesisir dan masyarakat santri. Keduanya saling berkaitan. Setidaknya, jika masyarakat pesisir yang cenderung terbuka, keras, dan blak-blakan itu akan terbalut dengan kehalusan masyarakat santri dengan nilai-nilai keagamaannya.

“Syiir puji-pujian tersebut termasuk dalam pencirian sastra pesantren, seperti halnya yang ditegaskan oleh Thohir, yakni syiir yang menggunakan bahasa Jawa, bahasa Arab, kadang bercampur bahasa Arab dan Jawa, tulisan yang dipakai kecenderungannya adalah tulisan Arab-Jawa (pegon), berisi tentang tauhid, fikih, ilmu kalam, dan doa-doa, serta biasanya lahir dan berkembang di kawasan pondok pesantren. Akan tetapi, dalam penelitian ini syiir puji-pujian ditemukan dan berkembang di masyarakat kampung dari kiai-kiai kampung dan warga kampung yang bukan dari lingkungan pesantren. Bahkan syiir puji-pujian itu dilantunkan khusus untuk masyarakat santri pinggiran, yakni bagi mereka yang bukan santri yang hidup di lingkungan pondok pesantren. Jadi syiir puji-pujian ini berada di antara sastra Pesisiran dan sastra pesantren,” ungkapnya.

Bahkan bagi Naka, syiir puji-pujian yang diteliti tidak seperti sastra pesantren yang cenderung mungkin berat (bagi masyarakat umum), yang mungkin hanya untuk kalangan santri di pondok pesantren, misalnya. Sebab ini dikonsumsi oleh masyarakat atau orang-orang santri pinggiran yang tidak turut serta dalam menempa pendidikan di pondok pesantren. Syiir puji-pujian yang dimaksudkan tersebut pun merupakan gubahan dari para kiai kampung dan juga muazin yang hidup di perkampungan.

“Saya sangat terbantu dalam menyelesaikan penelitian ini, selain memang banyak didapati bantuan atas kerja komunitas yang saya lakukan bersama kawan-kawan seniman di Kendal yang tergabung dalam Jarak Dekat Art Production, dalam program tahunannya Kendali Seni Kendal. Selain itu juga dukungan baik, bimbingan serta arahan yang sangat baik dari promotor dan kopromotor, yakni Prof. Dr. Zamzani, M.Pd. dan Prof. Dr. Anwar Efendi, M.Si., serta para penguji dari UNY yakni Prof. Dr. Suminto A. Sayuti, Prof. Dr. Sri Harti Widyastuti, M.Hum., dan Prof. Dr. Endang Nurhayati, M.Hum., maupun penguji eksternal dari UPGRIS, yakni Ibu Rektor Dr. Sri Suciati, M.Hum.,” ungkap Naka.

Dalam promosinya, Naka kian meyakinkan diri untuk berfokus melakukan penelitian dan pengabdian atas teks syiir di Kendal. Bahkan, ia pun berupaya hasil riset yang dilakukannya tersebut kemudian akan dibukukan, juga akan ditulis untuk media massa. “Jika sebelumnya saya menulis esai, seputar Kendal misalnya, saya masih berpijak dengan lagu-lagu populer, mengenai tema-tema urban dan seterusnya. Kini bisa berangkat atau mengutip syiir-syiir ini saya kira, agar lebih mengenalkan atau setidaknya menggoda khalayak dengan penggalan syiir-syiir puji-pujian dari Kendal ini,” pungkas Naka.(SJ/12)