KLANDESTIN
KLANDESTIN
Aku mengagumimu, Klandestin
Tanpa adanya mesin waktu pun,
aku selalu mengingatmu
dalam bayang-bayang, Klandestin
Bukan tentang cinta,
tapi tentang penyesalan.
Satu-satunya sosok yang tak ingin kutemui,
meski selalu ku ingat.
Tentang penyesalan
yang selalu ku bawa,
bagaikan seorang pengecut.
Kamu tak perlu tahu,
cukup maaf meskipun tak pernahku ucap
CANDRAWARA
Bagaikan hitam di atas putih
Noda kotor yang tak pantas untuk terlihat
Kau bukanlah cermin hati yang pantas untuk ditiru
Candrawara, sang antagonis sejati yang menolak untuk sadar
Candrawara, sang antagonis sejati yang hidupnya tak diharapkan
Menerimamu saja tak sudi rasanya
Tolonglah, hentikan ini semua
Bercerminlah dan kau akan sadar
Bahwa kau tak lebih dari seorang pembual menyebalkan
KUINJAK KEPALA 2
Hayalan kosong semacam terombang-ambing
Bayangan suram masa depan,
terpampang di layar hayal
Semembosankan itukah dewasa,
Seperti memikul beban yang tak diinginkan
Tolong bisikanku realita duniawi,
gambaran seakan hidup di nirwana
Tapi apakah ini?
Dunia seperti berteriak menyadarkanku,
“Tumbuhlah, dan kau akan sadar!”
KUTUNDUKKAN SANG NAWASENA
Darah semangat mendidih di ujung juang
Berlari terseok-seok sampai bumi merasa kasihan
Yang terpenting kudapatkan bunga mawar
Meskipun duri menusuk kejam
Lihatlah, tiba saatnya nanti
Kutaklukkan sang nawasena
Tak peduli seberapa kerasnya kumencoba
Seberapa banyaknya usaha
Aku kan terus berjuang sampai titik darah penghabisan
Karena aku adalah seorang pemenang
KIDUNG PRASETIA
Kisah semu yang bisa hidup ataupun mati
Tentang khayalan yang tak kunjung pasti
Tertoreh syair yang bukanlah sebuah janji tak pasti
Lihatlah kobaran emosi, terus berlari untuk menunaikan janji
Bukankah tak sempurna bukan berarti tak bisa?
Bukankah tak sempurna bukan berarti tak berharga?
Aku terbatas tapi tak pernah hirau pada janji yang belum tuntas
Penulis:
Leony Sulistyowati merupakan remaja yang tinggal di Semarang. Gadis yang cinta membaca dan penyuka seni ini masih aktif terdaftar sebagai siswa SMA Kesatrian 2 Semarang.